Cipta Talks 2025: Beyond Social Responsibility, Kolaborasi Menuju Akselerasi SDGs

Serial Webinar Cipta Nusa bertajuk Cipta Talks yang digelar pada 24 Oktober 2025 mengangkat tema “Beyond Social Responsibility Through Collaboration to Accelerate the Achievement of SDGs”. Topik ini dikupas tuntas oleh tiga narasumber dengan latar belakang praktik yang beragam. Mereka adalah Dr. Rachman Kurniawan, S.Si., M.Si (Manajer Pilar Pembangunan Lingkungan Sekretariat Nasional TPB/SDGs Bappenas), Dewi Fitri Sulami, S.Psi., CCL., CHRM., CTM. (Assistant Manager TJSL PLN UID Jakarta Raya), dan Miranda Puspita Ramadhani, S.Tr.Geo. (Perwakilan PT SKS Listrik Kalimantan).
Sejak ditetapkan pada tahun 2015, Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi komitmen global untuk membangun dunia yang lebih berkelanjutan. Indonesia termasuk negara dengan antusiasme tinggi dalam mendukung pencapaian SDGs, setelah sebelumnya sempat tertinggal dalam implementasi Millennium Development Goals (MDGs). Hasilnya terlihat dari survei komitmen pencapaian SDGs tahun 2023, di mana Indonesia menempati peringkat ke-7 dari 74 negara dalam hal komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan SDGs. Capaian ini menjadi bukti bahwa langkah Indonesia diakui secara global.

Perjalanan menuju pembangunan berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga hasil kolaborasi lintas sektor. Dunia industri, akademisi, komunitas, dan masyarakat sipil perlu terlibat aktif agar SDGs tidak sekadar menjadi wacana, tetapi nyata dalam praktik. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan secara simultan dan berkelanjutan.
Dalam paparannya, Dr. Rachman Kurniawan menegaskan bahwa SDGs tidak pernah dirancang untuk dicapai oleh satu pihak. “SDGs memang dibuat untuk kolaborasi,” ujarnya. Industri diharapkan dapat berperan aktif dalam mewujudkan ekonomi hijau dan energi bersih. Pemerintah melalui Sekretariat Nasional SDGs Bappenas mendorong dunia industri untuk berkolaborasi dalam pendanaan, inovasi, serta pengembangan solusi berkelanjutan bagi masyarakat.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa sektor industri dapat berkontribusi melalui penerapan ESG (Environmental, Social and Governance), CSR (Corporate Social Responsibility), dan CSV (Creating Shared Value) sebagai instrumen pencapaian SDGs. Menurut Sekretaris Jenderal PBB (2007–2016), “Bisnis adalah mitra kunci dalam mewujudkan SDGs.” Dengan demikian, dunia usaha tidak hanya menjadi bagian dari perekonomian, tetapi juga mitra dalam pembangunan berkelanjutan.

SDGs juga memberikan kerangka bagi perusahaan untuk menerjemahkan ambisi global ke dalam solusi bisnis yang bertanggung jawab. Pendekatan ini membuka peluang ekonomi baru, memperkuat reputasi perusahaan, dan memperluas license to operate melalui kontribusi nyata terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan
Dari sisi korporasi, Dewi Fitri Sulami membagikan pengalaman PLN dalam menerapkan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Melalui dua program unggulannya, SMK Bersinar Bersama ELVIS (Electric Vehicle Conversion) dan Srikandi Movement, PLN menunjukkan kontribusi konkret terhadap pencapaian SDGs. Program ELVIS, misalnya, berfokus pada konversi kendaraan berbahan bakar minyak menjadi kendaraan listrik, yang sekaligus mendukung SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), dan SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur).

Hingga kini, program ELVIS telah direplikasi di 17 provinsi di Indonesia dengan total 458 unit kendaraan listrik yang berhasil dikonversi, mengurangi emisi hingga 320 ton CO₂ per tahun. Program ini juga telah meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional seperti Nusantara CSR Awards, Indonesia SDGs Awards, dan Asian Impact Award. Kesuksesan program ini tidak terlepas dari penerapan metode evaluasi seperti Logical Framework Analysis, Social Return on Investment (SROI), dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).

Sementara itu, Srikandi Movement menjadi bentuk nyata pemberdayaan perempuan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Melalui kegiatan seperti Srikandi Goes to School, Women Support Women, dan Srikandi Care, program ini memperkuat kapasitas perempuan dalam pendidikan, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan. Dengan pendekatan berbasis riset sosial dan social mapping, program ini mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat di berbagai daerah.
“CSR is not charity, but creating sustainability,” tegas Ibu Dewi. Pandangan ini senada dengan paparan Miranda Puspita Ramadhani, yang menyoroti transformasi CSR menjadi strategi keberlanjutan perusahaan. Menurutnya, CSR kini bukan sekadar kegiatan amal, tetapi strategi menciptakan keseimbangan antara profit, people, dan planet yang sejalan dengan prinsip SDGs.
PT SKS Listrik Kalimantan menjadi salah satu contoh penerapan prinsip tersebut. Dalam menjalankan program CSR-nya, perusahaan menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan akses pendidikan, infrastruktur, serta wilayah tanpa sinyal komunikasi di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Namun, tantangan tersebut justru menjadi pemicu lahirnya berbagai inisiatif berdampak nyata.


Di bidang pendidikan, PT SKS Listrik Kalimantan melaksanakan program SLK Mengajar “Fun English & STEAM” serta Edutrip Pelajar ke PLTU untuk mendukung SDG 4 (Pendidikan Berkualitas). Di bidang kesehatan, terdapat program Ayo ke Posyandu Elderly dan Ayo ke Posyandu Toddler yang mendukung SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) melalui layanan pemeriksaan rutin, pencegahan stunting, dan pemberian nutrisi tambahan.
Kontribusi terhadap SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab) dan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) diwujudkan melalui kegiatan penanaman 1.000 pohon endemik Kalimantan, pembangunan rumah pembibitan “Grow & Green”, serta survei lapangan untuk rehabilitasi lingkungan. Upaya ini memperlihatkan komitmen perusahaan terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan aksi iklim.
Di bidang sosial dan ekonomi, PT SKS Listrik Kalimantan memberdayakan masyarakat melalui pelatihan, kompetisi olahraga, serta kerja sama dengan BUMDESMA dalam pengelolaan usaha lokal. Program ini mencakup minimarket, pasokan bahan pangan segar, dan produksi paving block serta batako yang mendukung infrastruktur setempat. Melalui Program BATARA, perusahaan juga mengolah limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) menjadi bahan bangunan ramah lingkungan.
Aspek budaya tidak luput dari perhatian. Melalui kegiatan seperti Lawang Sakepeng, Karungut, Pawai Budaya, dan Melukis Ornamen Talawang, perusahaan ikut menjaga warisan budaya lokal. Pendekatan ini memperkuat hubungan sosial antara perusahaan dan masyarakat di sekitar wilayah operasi.

Berbagai inisiatif tersebut mengantarkan PT SKS Listrik Kalimantan meraih sejumlah penghargaan bergengsi, di antaranya TOP CSR Awards Star 4, Indonesian Social Responsibility Award 2025, Asian Impact (CSR) Award, serta Zero Accident Award. Capaian ini menjadi bukti bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat bertransformasi menjadi kekuatan pembangunan berkelanjutan.
Melalui Cipta Talks 2025, ketiga narasumber sepakat bahwa Beyond Social Responsibility bukan sekadar konsep, melainkan arah baru dalam kolaborasi multi-pihak untuk mempercepat pencapaian SDGs. CSR yang dijalankan dengan strategi, kolaborasi, dan empati menjadi jembatan menuju masa depan yang berkelanjutan, di mana keberhasilan bisnis dan kesejahteraan sosial berjalan beriringan.
Pantau selalu laman kami untuk informasi lainnya.
____
Cipta Nusa
Bring A Sustainable Future